Salam Sayap Aquila.....
Siapa sih yang ga suka sama kue?? Kue
apapun itu aku yakin semua orang pasti menyukainya. Dari yang manis, gurih,
sampai beraneka rasa lainnya. Semakin berkembangnya zaman, semakin berkembang
pula kue-kue yang di jajakan di masyarakt. Mulai ari kue-kue kaki lima, sampai
sekarang kue-kue juga menghiasi etalase toko-toko besar di pusat-pusat
perbelanjaan.
Dan kali ini aku akan memberikan
informasi, atau lebih tepatnya bercerita mengenai salah satu kue khas dari
Kal-Sel yang sangat aku paforitkan. “Untuk-Untuk”
begitu kue berbentuk bundar ini dinamai, memang nama yang unik bukan. Entah
kenapa kue ini diberi nama seperti itu, aku belum sempat mencari tau sih,
hehehe. Sekilas bentuk kue ini sebenarnya tidak menarik sama sekali. Dengan
tampilan luar berwarna coklat akibat dari proses penggorengan. Kue ini memiliki
tekstur hampir sama seperti roti-roti pada umumnya, proses pembuatannya pun
mungkin tidak jauh berbeda. Cuman proses pemasakannya lah yang sedikit berbeda.
Kalau roti pada umumnya di panggang, nah kalu kue untuk ini di masak dengan digoreng. Sehingga memiliki tekstur luar
yang lumayan garing.
Nah,
kue ini memiliki beberapa varian, yang pertama adalah untuk yang dalamnya tanpa isi, yang kedua untuk yang berisi inti (kelapa parut yang dimasak dengan gula
merah), yang ketiga ada untuk yang
berisi kacang hijau yang diolag sedemikian rupa, nah untuk “untuk” yang berisi kacanh hijau ini biasnya bagian luarnya di beri
taburan wijen sebagai tanda bahwa isinya adalah kacang hijau, yang ke empat ada
untuk yang berisi pisang, untuk yang
satu ini memiliki bentuk yang berbeda dari untuk
yang lainnya. Karena bentuknya lebih memanjang (lonjong) karena mengikuti
bentuk isinya pisang yang memanjang. Nah yang terakhir ada untuk putih, untuk yang
satu ini dari cara pengolahannya berbeda dengan untuk yang di goreng, karena untuk ini di proses dengan cara di
kukus. Untuk putih ini berisikan inti yaitu sama seperti yang telah aku jelasin
di atas tadi. Hehe.
Kue
untuk atau dalam bahasa banjarnya wadai
untuk merupakan kue yang biasnya dinikmati saat pagi hari. Dan warga banjar
punya cara sendiri untuk menikmati kue ini. Biasanya wadai ini dimakan ditemani
oleh teh hangat. Dan cara khas orang banjar memakan kue ini adalah dengan cara
mencelupkan kue ini kedalam teh tersebut. Tapi untuk cara makan yang seperti
itu sih menurut aku lebih nikmat untuk jenis untuk yang tanpa isi. Karena kalau
untuk yang pakai isi biasnya isinya ikut tenggelam kedalam teh, walaupun
sebenarnya ssama-sama enak sih. Hehehe.
Berbiara
mengenai wadai untuk ini aku jadi ingat masa kecilku. Dulu waktu aku masih
kecil setiap paginya ada penjaja kue ini, sebenarnya ga cuman kue untuk yang
mereka jual tapi berbagai kue jajanan yang nikmat untuk dinikmati saat pagi
hari. Tapi aku lebih tertarik sama wadai untuk. Yang spesial bukan dari kuenya,
tapi yang menjualnyalah yang spesial menurut aku. Karena penjualnya masih
anak-anak, saat itu banyak anak-anak yang menjalani propesi seperti itu. Saat
pagi menjelang, mereka suadah tiba di gang rumah ku sambil meneriakan kata “Yuy... Wadai-wadai”. Ya itulah kata yang
mereka ucapakan saat menjajakan dagangan mereka dengan sebuah wadah yang
diletakan diatas kepala mereka. “Anang” dan “Aluh” beegitulah mereka dipanggil.
Itu bukan nama mereka. Tapi itu merupakan nama panggilan untuk anak laki-laki
dan perempuan. “Anang” untuk laki-laki, dan “Aluh” untuk perempuan.
Tapi
sekarang sudah tidak pernah aku temukan lagi anak-anak yang berjualan seperti
itu di lingkungan rumah ku. Entah sekarang semakin banyaknya warga yang yang
sudah mapan sehingga tidak perlu memperkerjakan anak-anak mereka, atau
sebenarnya anak-anak sekarang males dan malu untuk membantu orangtuanya.
Entahlah, aku ga mau mengambil kesimpulan seperti apa pun. Hehe
Dulu aku
pernah membaca di salah satu media cetak lokal yang kebetulan juga membahas
mengenai wadai yang satu ini, dan di sana mengatakan bahwa di balik wadai yang
satu ini terdapat sebuah filosofi yang bisa kita pelajari. Kue wadai untuk yang
belum dimasak itu bisa dianggap adalah sebagai diri ini, berwarna putih bersih.
Kemudian digoreng dalam minyak panas dan ini diibaratkan sebagai perjalanan
hidup kita, disini kue mentah ini di olah supaya matang dan bisa kita nikmati. Dan
setelah matang dapat dilihat bahwa permukaan untuk berubah menjadi kecoklatan. Tapi
ketika di belah bagian dalam kue ini tetap berwarna putih. Jadi filosofi dari
kue ini yang bisa kita pelajari adalah, bahwa kita semua terlahir dalam keadaan
putih bersih, setelah itu kita menjalanni kehidupan yang begitu sulit untuk
kita hadapi, yang merubah bentuk fisik kita, bentuk wajah kita, warna kulit
kita, tapi bagian dalam diri kita tetap putih bersih. Ya kurang lebig seperti
itulah yang ku baca dari artikel tersebut. Jadi sekeras apapun perjalanan hidup
kita jangan sampai memberi perubahan pada diri kita yang telah terlahir bersih,
cukup bagian luar diri kita saja yang mengalami perubahan. Bagaimana cukup meng
inspirasi kan?
Ya,
kira-kira seperti itulah “wadai” khas dari daerah ku, semoga bisa menambah daya
tarik kalian untuk bisa mampir nantinya ke darah asal ku ini. Dan bisa
menikamati wadai yang ku ceritakan tadi. Dan untuk wadai yang satu ini aku
berharap supaya tidak punah dimakan zaman. Dan para ahli pewadaian Kalimanta
selatan untuk bisa lebih kreatif menghasilkan varian-varian wadai untuk yang
lain sehingga bisa menjadi buah tangan yang dapat memperkenalkan lagi Kal-Sel
ke lebih banyak orang yang ada di Indonesia. Mungkin kami harus bercermin dari
kota-kota besar lain yang bisa memamfaatkan kue khasnya sebagai buah tangan
yang semakin membesarkan nama daerahnya. Kembal disini aku berharap. Hehe....
Sampai
disini dulu ya goresan sayap Aquila, semoga bisa menambah daya tarik kalian
terhadap daerah kelahiran ku ini.
Salam
Sayap Aquila.....